MONDAY, MARCH 9, 2015
PERSEKUTUAN DENGAN SESAMA (3)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Maret 2015
Baca: Galatia 6:1-10
"Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." Galatia 6:10
Hidup dalam persekutuan berarti mau menerima orang lain apa adanya dengan segala kelemahan dan kekurangannya, serta mau melayani satu sama lain seperti teladan Tuhan Yesus yang rela membasuh kaki murid-murid-Nya, "sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (Yohanes 13:15). Hidup dalam persekutuan berarti pula mau bertolong-tolongan dan saling menanggung beban, demikianlah nasihat Paulus, "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2).
Mari belajar dari orang Samaria yang murah hati. Ia rela berkorban untuk orang lain tanpa pamrih meskipun orang yang ditolongnya adalah seteru bangsanya. Ada tertulis, "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Yang dimaksud mengasihi bukan sekedar membalas kebaikan yang telah kita terima dari orang lain, "Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:33); tetapi Tuhan menghendaki kita menyatakan kasih itu secara nyata kepada semua orang tanpa terkecuali, termasuk musuh sekalipun. Kasih Tuhan akan selalu mengalir di dalam kehidupan kita apabila kita juga terus mengalirkan kasih yang telah kita terima itu kepada orang lain. Sebagai orang percaya kita harus dapat menjadi sumber kasih Tuhan bagi orang-orang yang ada di sekitar kita, sehingga mereka akan menemukan dan merasakan aliran kasih Tuhan melalui kehidupan kita di mana pun dan kapan pun waktunya.
Sesungguhnya kasih adalah sarana penginjilan dan alat kesaksian yang paling efektif, karena ada banyak orang yang tidak bisa dijangkau dengan hanya diberi khotbah, tapi hati orang akan mudah tersentuh ketika kita melakukan perbuatan kasih.
Memiliki persekutuan yang erat dengan saudara-saudara seiman selaku sesama anggota keluarga Kerajaan Sorga adalah proses pembelajaran dan latihan bagi kita untuk mempraktekkan kasih, sebelum kita melangkah ke luar.
Baca: Galatia 6:1-10
"Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." Galatia 6:10
Hidup dalam persekutuan berarti mau menerima orang lain apa adanya dengan segala kelemahan dan kekurangannya, serta mau melayani satu sama lain seperti teladan Tuhan Yesus yang rela membasuh kaki murid-murid-Nya, "sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (Yohanes 13:15). Hidup dalam persekutuan berarti pula mau bertolong-tolongan dan saling menanggung beban, demikianlah nasihat Paulus, "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2).
Mari belajar dari orang Samaria yang murah hati. Ia rela berkorban untuk orang lain tanpa pamrih meskipun orang yang ditolongnya adalah seteru bangsanya. Ada tertulis, "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Yang dimaksud mengasihi bukan sekedar membalas kebaikan yang telah kita terima dari orang lain, "Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:33); tetapi Tuhan menghendaki kita menyatakan kasih itu secara nyata kepada semua orang tanpa terkecuali, termasuk musuh sekalipun. Kasih Tuhan akan selalu mengalir di dalam kehidupan kita apabila kita juga terus mengalirkan kasih yang telah kita terima itu kepada orang lain. Sebagai orang percaya kita harus dapat menjadi sumber kasih Tuhan bagi orang-orang yang ada di sekitar kita, sehingga mereka akan menemukan dan merasakan aliran kasih Tuhan melalui kehidupan kita di mana pun dan kapan pun waktunya.
Sesungguhnya kasih adalah sarana penginjilan dan alat kesaksian yang paling efektif, karena ada banyak orang yang tidak bisa dijangkau dengan hanya diberi khotbah, tapi hati orang akan mudah tersentuh ketika kita melakukan perbuatan kasih.
Memiliki persekutuan yang erat dengan saudara-saudara seiman selaku sesama anggota keluarga Kerajaan Sorga adalah proses pembelajaran dan latihan bagi kita untuk mempraktekkan kasih, sebelum kita melangkah ke luar.
SUNDAY, MARCH 8, 2015
PERSEKUTUAN DENGAN SESAMA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Maret 2015
Baca: 1 Petrus 3:8-12
"Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati," 1 Petrus 3:8
Selain sandang, pangan dan papan yang merupakan kebutuhan pokok bagi semua manusia ada kebutuhan lain yang tak kalah penting yaitu hubungan (relationship). Tuhan tidak pernah menciptakan manusia dengan tujuan supaya ia hidup sendirian dan terasing tanpa bersentuhan dengan orang lain. Karena itu manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi dan bersekutu.
Kata persekutuan memiliki arti dipersatukan menjadi satu, dalam kebersamaan, sekutu atau kawan sekerja. Kita bisa disebut sebagai bagian dari suatu persekutuan dan menjadi kawan sekerja apabila kita memiliki kebersamaan dan mengembangkan sikap seperti yang disampaikan oleh rasul Petrus: seia sekata, seperasaan, mengasihi, penyayang dan rendah hati (ayat nas). Intinya, kasih adalah landasan dasar terbentuknya sebuah persekutuan. Sebaliknya jika tiap-tiap orang hanya memikirkan kepentingannya sendiri, egois dan tidak punya 'hati' terhadap orang lain akan merusak dan menghancurkan sebuah persekutuan. Jadi dalam suatu persekutuan kita tidak lagi menonjolkan 'aku', melainkan 'kita' yang harus dikedepankan. Rasul Paulus memperingatkan, "Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat." (Roma 13:8), sebab kasih Tuhan dalam hidup ini sungguh tak terukur "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18).
Setiap kasih yang Tuhan nyatakan selalu ada pesan yang hendak Tuhan sampaikan yaitu supaya kita mengikuti teladan-Nya dengan menyatakan kasih kepada sesama, sebagai bukti bahwa kita mengasihi Tuhan melalui ketaatan kita melakukan perintah-Nya dalam hal mengasihi. Adalah sangat berbahaya seseorang mengatakan diri sangat 'rohani' dan memiliki persekutuan yang indah dengan Tuhan, jika ia sendiri memiliki banyak masalah dalam hal persekutuan dengan sesamanya.
"Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." 1 Yohanes 4:20
Baca: 1 Petrus 3:8-12
"Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati," 1 Petrus 3:8
Selain sandang, pangan dan papan yang merupakan kebutuhan pokok bagi semua manusia ada kebutuhan lain yang tak kalah penting yaitu hubungan (relationship). Tuhan tidak pernah menciptakan manusia dengan tujuan supaya ia hidup sendirian dan terasing tanpa bersentuhan dengan orang lain. Karena itu manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi dan bersekutu.
Kata persekutuan memiliki arti dipersatukan menjadi satu, dalam kebersamaan, sekutu atau kawan sekerja. Kita bisa disebut sebagai bagian dari suatu persekutuan dan menjadi kawan sekerja apabila kita memiliki kebersamaan dan mengembangkan sikap seperti yang disampaikan oleh rasul Petrus: seia sekata, seperasaan, mengasihi, penyayang dan rendah hati (ayat nas). Intinya, kasih adalah landasan dasar terbentuknya sebuah persekutuan. Sebaliknya jika tiap-tiap orang hanya memikirkan kepentingannya sendiri, egois dan tidak punya 'hati' terhadap orang lain akan merusak dan menghancurkan sebuah persekutuan. Jadi dalam suatu persekutuan kita tidak lagi menonjolkan 'aku', melainkan 'kita' yang harus dikedepankan. Rasul Paulus memperingatkan, "Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat." (Roma 13:8), sebab kasih Tuhan dalam hidup ini sungguh tak terukur "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18).
Setiap kasih yang Tuhan nyatakan selalu ada pesan yang hendak Tuhan sampaikan yaitu supaya kita mengikuti teladan-Nya dengan menyatakan kasih kepada sesama, sebagai bukti bahwa kita mengasihi Tuhan melalui ketaatan kita melakukan perintah-Nya dalam hal mengasihi. Adalah sangat berbahaya seseorang mengatakan diri sangat 'rohani' dan memiliki persekutuan yang indah dengan Tuhan, jika ia sendiri memiliki banyak masalah dalam hal persekutuan dengan sesamanya.
"Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya." 1 Yohanes 4:20
SATURDAY, MARCH 7, 2015
PERSEKUTUAN DENGAN SESAMA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Maret 2015
Baca: 1 Yohanes 1:5-7
"Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." 1 Yohanes 1:7
Selain kita dipanggil untuk memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan, kita juga harus hidup dalam persekutuan dengan sesama. Dengan sifatnya sebagai makhluk sosial, secara natural manusia akan membentuk suatu komunitas karena setiap orang memiliki kebutuhan untuk saling berinteraksi, saling berbagi rasa, saling mencurahkan kasih sayang dan sebagainya, di mana aspek ini tidak bisa dipenuhi bila kita hidup seorang diri, melainkan melalui hubungan dan persekutuan dengan orang lain. Jadi beberapa alasan utama manusia membentuk komunitas adalah untuk keamanan, identitas dan juga kebutuhan emosional.
Adapun tanda bahwa kita memiliki persekutuan dengan sesama adalah ketika kita hidup di dalam kasih, atau mempraktekkan kasih sebagaimana yang Tuhan Yesus perintahkan, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34-35). Rasul Paulus juga menasihatkan, "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:1-2). Kehidupan kekristenan meniru ajaran dan perbuatan Allah. Jika kita mengaku anak-anak Allah maka kita harus meniru dan memiliki sifat menyerupai Allah Bapa kita agar selaras dengan keberadaan kita sebagai anak-anak-Nya. Tertulis: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Jadi, mengasihi harus menjadi gaya hidup kita sehari-hari. Mengasihi berarti membuang semua sifat lama kita yang cenderung mementingkan diri sendiri dan mengabaikan orang lain, dan berubah menjadi pribadi yang memiliki kepedulian.
Hakekat kasih bukanlah menerima, tetapi memberi, yaitu kasih yang diwujudkan dalam sebuah tindakan nyata!
Baca: 1 Yohanes 1:5-7
"Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." 1 Yohanes 1:7
Selain kita dipanggil untuk memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan, kita juga harus hidup dalam persekutuan dengan sesama. Dengan sifatnya sebagai makhluk sosial, secara natural manusia akan membentuk suatu komunitas karena setiap orang memiliki kebutuhan untuk saling berinteraksi, saling berbagi rasa, saling mencurahkan kasih sayang dan sebagainya, di mana aspek ini tidak bisa dipenuhi bila kita hidup seorang diri, melainkan melalui hubungan dan persekutuan dengan orang lain. Jadi beberapa alasan utama manusia membentuk komunitas adalah untuk keamanan, identitas dan juga kebutuhan emosional.
Adapun tanda bahwa kita memiliki persekutuan dengan sesama adalah ketika kita hidup di dalam kasih, atau mempraktekkan kasih sebagaimana yang Tuhan Yesus perintahkan, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34-35). Rasul Paulus juga menasihatkan, "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:1-2). Kehidupan kekristenan meniru ajaran dan perbuatan Allah. Jika kita mengaku anak-anak Allah maka kita harus meniru dan memiliki sifat menyerupai Allah Bapa kita agar selaras dengan keberadaan kita sebagai anak-anak-Nya. Tertulis: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Jadi, mengasihi harus menjadi gaya hidup kita sehari-hari. Mengasihi berarti membuang semua sifat lama kita yang cenderung mementingkan diri sendiri dan mengabaikan orang lain, dan berubah menjadi pribadi yang memiliki kepedulian.
Hakekat kasih bukanlah menerima, tetapi memberi, yaitu kasih yang diwujudkan dalam sebuah tindakan nyata!
FRIDAY, MARCH 6, 2015
PANGGILAN TUHAN: Persekutuan Dengan Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Maret 2015
Baca: 1 Korintus 1:4-9
"Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia." 1 Korintus 1:9
Selain dipanggil Tuhan untuk hidup dalam kekudusan, kita juga dipanggil untuk memiliki persekutuan dengan Tuhan, sebab kekristenan sesungguhnya bukanlah suatu agama, melainkan menunjuk kepada suatu hubungan karib antara Allah dan umat pilihan-Nya.
Hubungan karib yang sempat terputus dan terhalang oleh dosa dan pelanggaran manusia kini telah pulih kembali melalui karya pengorbanan Kristus di Golgota, dan ditandai dengan "...tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah..." (Matius 27:51); artinya sudah tidak ada lagi yang menghalangi kita untuk bisa memandang dan masuk serta melihat kemuliaan Tuhan dan bersekutu denganNya. "...Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan," (Efesus 2:14); Kita yang dahulu terpisah dari Allah, "...sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu 'jauh', sudah menjadi 'dekat' oleh darah Kristus." (Efesus 2:13).
Adalah suatu keharusan setiap orang percaya hidup dalam persekutuan yang karib dengan Tuhan karena merupakan syarat mutlak agar kita mengalami pertumbuhan rohani. Daud berkata, "Hatiku mengikuti firman-Mu: 'Carilah wajah-Ku'; maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN." (Mazmur 27:8). Dengan kata lain, tanpa persekutuan yang karib dengan Tuhan cepat atau lambat kita pasti akan mengalami kemunduran dan bahkan kematian rohani. "Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:4b-5).
Hidup dalam persekutuan dengan Tuhan berarti senantiasa bertekun dalam doa dan tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah yang ada, melainkan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang semakin dekat (baca Ibrani 10:25).
"Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." Mazmur 84:11
Baca: 1 Korintus 1:4-9
"Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia." 1 Korintus 1:9
Selain dipanggil Tuhan untuk hidup dalam kekudusan, kita juga dipanggil untuk memiliki persekutuan dengan Tuhan, sebab kekristenan sesungguhnya bukanlah suatu agama, melainkan menunjuk kepada suatu hubungan karib antara Allah dan umat pilihan-Nya.
Hubungan karib yang sempat terputus dan terhalang oleh dosa dan pelanggaran manusia kini telah pulih kembali melalui karya pengorbanan Kristus di Golgota, dan ditandai dengan "...tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah..." (Matius 27:51); artinya sudah tidak ada lagi yang menghalangi kita untuk bisa memandang dan masuk serta melihat kemuliaan Tuhan dan bersekutu denganNya. "...Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan," (Efesus 2:14); Kita yang dahulu terpisah dari Allah, "...sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu 'jauh', sudah menjadi 'dekat' oleh darah Kristus." (Efesus 2:13).
Adalah suatu keharusan setiap orang percaya hidup dalam persekutuan yang karib dengan Tuhan karena merupakan syarat mutlak agar kita mengalami pertumbuhan rohani. Daud berkata, "Hatiku mengikuti firman-Mu: 'Carilah wajah-Ku'; maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN." (Mazmur 27:8). Dengan kata lain, tanpa persekutuan yang karib dengan Tuhan cepat atau lambat kita pasti akan mengalami kemunduran dan bahkan kematian rohani. "Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:4b-5).
Hidup dalam persekutuan dengan Tuhan berarti senantiasa bertekun dalam doa dan tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah yang ada, melainkan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang semakin dekat (baca Ibrani 10:25).
"Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik." Mazmur 84:11
THURSDAY, MARCH 5, 2015
JANGAN MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Maret 2015
Baca: Yakobus 3:13-18
"Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." Yakobus 3:16
Salah satu faktor penyebab terjadinya perpecahan dalam kehidupan keluarga, jemaat, persekutuan, pelayanan dan bermasyarakat adalah sikap mementingkan diri sendiri. Mementingkan diri sendiri disebut pula selfish atau juga egois, yang dalam kamus 'Webster' didefinisikan: memerhatikan diri sendiri secara tidak pantas atau secara berlebih-lebihan, mendahulukan kenyamanan dan keuntungan diri sendiri tanpa memperhatikan, atau dengan mengorbankan kenyamanan dan keuntungan orang lain.
Ketika seseorang mementingkan diri sendiri ia akan menjadikan dirinya sebagai pusat dan tidak lagi mempedulikan kepentingan dan perasaan orang lain. Inilah yang menjadi sumber dari banyak kekacauan dan kejahatan (ayat nas). Mengapa? Karena orang yang mementingkan diri sendiri pasti sulit menjalin kerjasama dengan orang lain sebagai anggota tim di dalam menyelesaikan sebuah tugas; Orang yang mementingkan diri sendiri juga cenderung mudah marah, tersinggung serta tidak bisa menguasai diri. "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan." (Mazmur 37:8). Orang yang egois memiliki kecenderungan menghakimi dan mencela orang lain karena menganggap diri sendiri paling benar dan tidak pernah salah. Rasul Paulus mengingatkan, "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Sebagai orang percaya kita harus membuang jauh sifat mementingkan diri sendiri agar kita tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain.
Dalam segala perkara marilah senantiasa meneladani Kristus, "...Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,...dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:1, 3, 4).
"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka." Matius 7:12
Baca: Yakobus 3:13-18
"Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." Yakobus 3:16
Salah satu faktor penyebab terjadinya perpecahan dalam kehidupan keluarga, jemaat, persekutuan, pelayanan dan bermasyarakat adalah sikap mementingkan diri sendiri. Mementingkan diri sendiri disebut pula selfish atau juga egois, yang dalam kamus 'Webster' didefinisikan: memerhatikan diri sendiri secara tidak pantas atau secara berlebih-lebihan, mendahulukan kenyamanan dan keuntungan diri sendiri tanpa memperhatikan, atau dengan mengorbankan kenyamanan dan keuntungan orang lain.
Ketika seseorang mementingkan diri sendiri ia akan menjadikan dirinya sebagai pusat dan tidak lagi mempedulikan kepentingan dan perasaan orang lain. Inilah yang menjadi sumber dari banyak kekacauan dan kejahatan (ayat nas). Mengapa? Karena orang yang mementingkan diri sendiri pasti sulit menjalin kerjasama dengan orang lain sebagai anggota tim di dalam menyelesaikan sebuah tugas; Orang yang mementingkan diri sendiri juga cenderung mudah marah, tersinggung serta tidak bisa menguasai diri. "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan." (Mazmur 37:8). Orang yang egois memiliki kecenderungan menghakimi dan mencela orang lain karena menganggap diri sendiri paling benar dan tidak pernah salah. Rasul Paulus mengingatkan, "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain." (Galatia 6:4). Sebagai orang percaya kita harus membuang jauh sifat mementingkan diri sendiri agar kita tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain.
Dalam segala perkara marilah senantiasa meneladani Kristus, "...Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,...dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:1, 3, 4).
"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka." Matius 7:12
WEDNESDAY, MARCH 4, 2015
JANGAN ADA PERPECAHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Maret 2015
Baca: 1 Korintus 1:10-17
"Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus." 1 Korintus 1:12
Mengapa rasul Paulus perlu sekali mengingatkan jemaat di Korintus pentingnya persekutuan? Karena di antara pengikutnya telah terjadi perpecahan, hubungan antar anggota tubuh Kristus tidak lagi harmonis. Mereka membentuk kubu atau golongan: golongan Apolos, golongan Kefas dan golongan Kristus. Pertanyaannya: apakah masing-masing golongan memiliki Kristus yang berbeda-beda? Tentu saja tidak, artinya mereka sendiri yang telah membentuk benteng-benteng atau sekat-sekat di antara mereka. Karena itu rasul Paulus bertanya: "Adakah Kristus terbagi-bagi?" (1 Korintus 1:13).
Di zaman sekarang ini ada banyak orang Kristen yang tanpa sadar hatinya melekat kepada hamba Tuhan dibanding firman yang disampaikan. Mereka mulai mengkultuskan dan mengidolakan pemimpin rohani atau pendeta, bukan lagi Kristus. Mereka lebih suka menyanjung atau memuja manusia yang tampak secara kasat mata daripada Tuhan yang tidak kelihatan. Mereka ogah-ogahan datang beribadah jika tahu yang berkhotbah ada pendeta yang kurang menarik dan tidak disukai. Inilah yang akhirnya menjadi biang perpecahan di antara jemaat dalam sebuah gereja. Mereka lupa, bahwa sehebat apa pun hamba Tuhan mereka hanyalah alatNya saja, di mana tanpa Roh Tuhan bekerja mereka tidak bisa berbuat apa-apa. "Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri." (1 Korintus 3:7-8).
Tuhan menghendaki kita senantiasa hidup dalam persekutuan yang erat di antara sesama anggota tubuh Kristus. Bersekutu berarti membangun suatu hubungan yang di dalamnya terdapat unsur sehati, sepikir, saling menguatkan dan menopang, sehingga terbangun satu kesatuan yang utuh, tidak terpecah-pecah.
Kita harus memusatkan kasih dan kesetiaan kita kepada Tuhan dan firman-Nya saja, bukan pada pemberita firman atau siapa.
Baca: 1 Korintus 1:10-17
"Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus." 1 Korintus 1:12
Mengapa rasul Paulus perlu sekali mengingatkan jemaat di Korintus pentingnya persekutuan? Karena di antara pengikutnya telah terjadi perpecahan, hubungan antar anggota tubuh Kristus tidak lagi harmonis. Mereka membentuk kubu atau golongan: golongan Apolos, golongan Kefas dan golongan Kristus. Pertanyaannya: apakah masing-masing golongan memiliki Kristus yang berbeda-beda? Tentu saja tidak, artinya mereka sendiri yang telah membentuk benteng-benteng atau sekat-sekat di antara mereka. Karena itu rasul Paulus bertanya: "Adakah Kristus terbagi-bagi?" (1 Korintus 1:13).
Di zaman sekarang ini ada banyak orang Kristen yang tanpa sadar hatinya melekat kepada hamba Tuhan dibanding firman yang disampaikan. Mereka mulai mengkultuskan dan mengidolakan pemimpin rohani atau pendeta, bukan lagi Kristus. Mereka lebih suka menyanjung atau memuja manusia yang tampak secara kasat mata daripada Tuhan yang tidak kelihatan. Mereka ogah-ogahan datang beribadah jika tahu yang berkhotbah ada pendeta yang kurang menarik dan tidak disukai. Inilah yang akhirnya menjadi biang perpecahan di antara jemaat dalam sebuah gereja. Mereka lupa, bahwa sehebat apa pun hamba Tuhan mereka hanyalah alatNya saja, di mana tanpa Roh Tuhan bekerja mereka tidak bisa berbuat apa-apa. "Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri." (1 Korintus 3:7-8).
Tuhan menghendaki kita senantiasa hidup dalam persekutuan yang erat di antara sesama anggota tubuh Kristus. Bersekutu berarti membangun suatu hubungan yang di dalamnya terdapat unsur sehati, sepikir, saling menguatkan dan menopang, sehingga terbangun satu kesatuan yang utuh, tidak terpecah-pecah.
Kita harus memusatkan kasih dan kesetiaan kita kepada Tuhan dan firman-Nya saja, bukan pada pemberita firman atau siapa.
TUESDAY, MARCH 3, 2015
PANGGILAN TUHAN: Untuk Hidup Kudus (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Maret 2015
Baca: 1 Korintus 5:1-13
"Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul." 1 Korintus 5:9
Kota Korintus adalah sebuah kota yang sangat mapan dan modern di zamannya. Selain sebagai kota pelabuhan, Korintus termasuk salah satu pusat perekonomian utama di Yunani, tak ubahnya dengan kota metropolitan di masa sekarang ini di mana segala kesenangan dan gemerlap kenikmatan dunia ditawarkan. Hal ini mendorong terjadinya segala bentuk tindak kejahatan dan juga pelanggaran moral, sehingga kota ini mempunyai reputasi yang sangat buruk karena hal-hal yang amoral.
Keadaan itu berdampak buruk bagi kehidupan orang percaya di Korintus sehingga mereka pun terbawa arus, hidup dalam keduniawian, bahkan di antara mereka banyak yang terlibat dalam dosa percabulan. Ibadah dan pelayanan yang mereka lakukan tak lebih dari sekedar aktivitas rutin semata. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku." (Matius 15:7-8), sehingga mereka menjadi batu sandungan bagi orang-orang di kota lain. Bukan hanya perpecahan di antara jemaat, mereka juga menunjukkan perilaku yang menyimpang dari kebenaran. Sebagai umat tebusan-Nya yang telah disucikan, dikuduskan, dibenarkan melalui pengorbanan Kristus di kayu salib dan diperbaharui oleh Roh Kudus, setiap orang percaya seharusnya menunjukkan kualitas hidup yang berpadanan dengan predikat tersebut. Peringatan keras ini disampaikan oleh Paulus karena jemaat di Korintus sudah tidak menghargai kekudusan dan kesucian perkawinan, padahal "...kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:20).
Hidup kudus adalah suatu proses yang berlangsung secara progresif dan harus dikerjakan terus menerus seumur hidup kita. Hidup kudus berarti kita menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan dan mengukur segala sesuatu sesuai dengan standar firman Tuhan. Hidup kudus berarti pula berusaha keras menjauhi segala jenis kejahatan dan bertekad kuat menaati apa yang menjadi kehendak Tuhan.
Jangan sia-siakan pengorbanan Kristus dengan melakukan hal-hal yang tidak kudus!
Baca: 1 Korintus 5:1-13
"Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul." 1 Korintus 5:9
Kota Korintus adalah sebuah kota yang sangat mapan dan modern di zamannya. Selain sebagai kota pelabuhan, Korintus termasuk salah satu pusat perekonomian utama di Yunani, tak ubahnya dengan kota metropolitan di masa sekarang ini di mana segala kesenangan dan gemerlap kenikmatan dunia ditawarkan. Hal ini mendorong terjadinya segala bentuk tindak kejahatan dan juga pelanggaran moral, sehingga kota ini mempunyai reputasi yang sangat buruk karena hal-hal yang amoral.
Keadaan itu berdampak buruk bagi kehidupan orang percaya di Korintus sehingga mereka pun terbawa arus, hidup dalam keduniawian, bahkan di antara mereka banyak yang terlibat dalam dosa percabulan. Ibadah dan pelayanan yang mereka lakukan tak lebih dari sekedar aktivitas rutin semata. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku." (Matius 15:7-8), sehingga mereka menjadi batu sandungan bagi orang-orang di kota lain. Bukan hanya perpecahan di antara jemaat, mereka juga menunjukkan perilaku yang menyimpang dari kebenaran. Sebagai umat tebusan-Nya yang telah disucikan, dikuduskan, dibenarkan melalui pengorbanan Kristus di kayu salib dan diperbaharui oleh Roh Kudus, setiap orang percaya seharusnya menunjukkan kualitas hidup yang berpadanan dengan predikat tersebut. Peringatan keras ini disampaikan oleh Paulus karena jemaat di Korintus sudah tidak menghargai kekudusan dan kesucian perkawinan, padahal "...kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:20).
Hidup kudus adalah suatu proses yang berlangsung secara progresif dan harus dikerjakan terus menerus seumur hidup kita. Hidup kudus berarti kita menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan dan mengukur segala sesuatu sesuai dengan standar firman Tuhan. Hidup kudus berarti pula berusaha keras menjauhi segala jenis kejahatan dan bertekad kuat menaati apa yang menjadi kehendak Tuhan.
Jangan sia-siakan pengorbanan Kristus dengan melakukan hal-hal yang tidak kudus!
MONDAY, MARCH 2, 2015
PANGGILAN TUHAN: Untuk Hidup Kudus (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Maret 2015
Baca: 1 Korintus 1:1-3
"...yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita." 1 Korintus 1:2
Kita diciptakan Tuhan bukan karena suatu kebetulan, tetapi semua berada dalam rencana-Nya untuk suatu tujuan, artinya di dalam diri kita ada suatu panggilan Tuhan yang harus kita kerjakan. Jika kita mencermati apa yang disampaikan rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus ini, ada hal-hal penting yang harus dipahami oleh setiap orang percaya berkaitan dengan panggilan Tuhan. Adapun panggilan Tuhan bagi setiap orang percaya antara lain adalah panggilan untuk hidup dalam kekudusan (ayat nas).
Di dalam 1 Petrus 1:15-16 dikatakan, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." Karena Tuhan kita adalah kudus, maka sebagai anak-anak-Nya kita pun harus hidup dalam kekudusan, "Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya." (Efesus 1:4). Secara etimologi, kata kudus memiliki pengertian dipisahkan dari dosa, diasingkan dari hal-hal yang duniawi, disendirikan, dikhususkan secara total untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Oleh karena itu firman Tuhan memperingatkan: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Dengan kata lain, sebagai orang-orang yang telah diselamatkan kita tidak boleh mengikuti pola hidup dunia ini dan tidak terbawa arus yang ada.
Kehidupan orang-orang percaya di Korintus ternyata tidak jauh berbeda dari kehidupan orang-orang di luar Tuhan. Secara jasmaniah mereka tampak aktif menjalankan ibadah dan pelayanan, tetapi perbuatan mereka sangat duniawi dan tidak menunjukkan kualitas hidup sebagai ciptaan baru di dalam Kristus (2 Korintus 5:17).
"Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Baca: 1 Korintus 1:1-3
"...yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita." 1 Korintus 1:2
Kita diciptakan Tuhan bukan karena suatu kebetulan, tetapi semua berada dalam rencana-Nya untuk suatu tujuan, artinya di dalam diri kita ada suatu panggilan Tuhan yang harus kita kerjakan. Jika kita mencermati apa yang disampaikan rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus ini, ada hal-hal penting yang harus dipahami oleh setiap orang percaya berkaitan dengan panggilan Tuhan. Adapun panggilan Tuhan bagi setiap orang percaya antara lain adalah panggilan untuk hidup dalam kekudusan (ayat nas).
Di dalam 1 Petrus 1:15-16 dikatakan, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." Karena Tuhan kita adalah kudus, maka sebagai anak-anak-Nya kita pun harus hidup dalam kekudusan, "Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya." (Efesus 1:4). Secara etimologi, kata kudus memiliki pengertian dipisahkan dari dosa, diasingkan dari hal-hal yang duniawi, disendirikan, dikhususkan secara total untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Oleh karena itu firman Tuhan memperingatkan: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Dengan kata lain, sebagai orang-orang yang telah diselamatkan kita tidak boleh mengikuti pola hidup dunia ini dan tidak terbawa arus yang ada.
Kehidupan orang-orang percaya di Korintus ternyata tidak jauh berbeda dari kehidupan orang-orang di luar Tuhan. Secara jasmaniah mereka tampak aktif menjalankan ibadah dan pelayanan, tetapi perbuatan mereka sangat duniawi dan tidak menunjukkan kualitas hidup sebagai ciptaan baru di dalam Kristus (2 Korintus 5:17).
"Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
SUNDAY, MARCH 1, 2015
MEMAHAMI PANGGILAN TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Maret 2015
Baca: 1 Korintus 1:1-17
"Sebab, saudara-saudaraku, aku telah diberitahukan oleh orang-orang dari keluarga Kloe tentang kamu, bahwa ada perselisihan di antara kamu." 1 Korintus 1:11
Jemaat Korintus adalah jemaat yang didirikan oleh rasul Paulus bersama dengan Akwila dan Priskila dalam perjalanan misinya yang kedua. Alkitab mencatat: "...mereka melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka bekerja bersama-sama, karena mereka sama-sama tukang kemah. Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani." (Kisah 18:3-4). Setelah melayani jiwa-jiwa di Korintus untuk beberapa waktu lamanya Paulus melanjutkan perjalanan misinya ke Efesus.
Saat berada di Efesus inilah Paulus mendapat berita yang kurang mengenakkan dan sekaligus mengejutkan dari keluarga Kloe, bahwa pasca kepergian Paulus ternyata ada banyak permasalahan yang terjadi di antara jemaat di Korintus. Mengapa bisa terjadi? Ternyata masalah timbul karena kurangnya pemahaman jemaat tentang panggilan Tuhan dalam hidup mereka, padahal panggilan hidup adalah hal yang sangat mendasar dalam kehidupan orang percaya. Mungkin kita tampak sibuk dengan aktivitas-aktivitas rohani atau pelayanan, begitu bangga dengan talenta dan karunia-karunia yang kita miliki, atau bangga dengan kemahiran kita dalam mempelajari isi Alkitab dan sebagainya. Namun apalah arti semuanya itu jika dalam kehidupan sehari-hari atau dalam prakteknya kita tidak memiliki buah-buah pertobatan atau karakter yang mencerminkan diri sebagai pengikut Kristus. Karena itu rasul Paulus mengingatkan, "...supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu." (Efesus 4:1).
Panggilan berarti seruan yang membuat seseorang mengarahkan pandangan dan menyendengkan telinganya kepada si pemanggil; panggilan hidup berarti seruan yang membuat seseorang mengarahkan hidupnya kepada suatu titik atau sasaran tertentu. Bila dihubungkan dengan panggilan Tuhan, maka panggilan hidup berarti seruan Tuhan kepada setiap orang percaya supaya mereka mengarahkan hidup mereka kepada apa yang menjadi kehendak dan rencana Tuhan. Contoh: Tuhan memanggil Abraham untuk ke luar dari negerinya dan dari sanak saudaranya ke suatu negeri yang hendak ditunjukkan-Nya.
Sudahkah kita memiliki kehidupan yang berpadanan dengan panggilan Tuhan?
Baca: 1 Korintus 1:1-17
"Sebab, saudara-saudaraku, aku telah diberitahukan oleh orang-orang dari keluarga Kloe tentang kamu, bahwa ada perselisihan di antara kamu." 1 Korintus 1:11
Jemaat Korintus adalah jemaat yang didirikan oleh rasul Paulus bersama dengan Akwila dan Priskila dalam perjalanan misinya yang kedua. Alkitab mencatat: "...mereka melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka bekerja bersama-sama, karena mereka sama-sama tukang kemah. Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani." (Kisah 18:3-4). Setelah melayani jiwa-jiwa di Korintus untuk beberapa waktu lamanya Paulus melanjutkan perjalanan misinya ke Efesus.
Saat berada di Efesus inilah Paulus mendapat berita yang kurang mengenakkan dan sekaligus mengejutkan dari keluarga Kloe, bahwa pasca kepergian Paulus ternyata ada banyak permasalahan yang terjadi di antara jemaat di Korintus. Mengapa bisa terjadi? Ternyata masalah timbul karena kurangnya pemahaman jemaat tentang panggilan Tuhan dalam hidup mereka, padahal panggilan hidup adalah hal yang sangat mendasar dalam kehidupan orang percaya. Mungkin kita tampak sibuk dengan aktivitas-aktivitas rohani atau pelayanan, begitu bangga dengan talenta dan karunia-karunia yang kita miliki, atau bangga dengan kemahiran kita dalam mempelajari isi Alkitab dan sebagainya. Namun apalah arti semuanya itu jika dalam kehidupan sehari-hari atau dalam prakteknya kita tidak memiliki buah-buah pertobatan atau karakter yang mencerminkan diri sebagai pengikut Kristus. Karena itu rasul Paulus mengingatkan, "...supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu." (Efesus 4:1).
Panggilan berarti seruan yang membuat seseorang mengarahkan pandangan dan menyendengkan telinganya kepada si pemanggil; panggilan hidup berarti seruan yang membuat seseorang mengarahkan hidupnya kepada suatu titik atau sasaran tertentu. Bila dihubungkan dengan panggilan Tuhan, maka panggilan hidup berarti seruan Tuhan kepada setiap orang percaya supaya mereka mengarahkan hidup mereka kepada apa yang menjadi kehendak dan rencana Tuhan. Contoh: Tuhan memanggil Abraham untuk ke luar dari negerinya dan dari sanak saudaranya ke suatu negeri yang hendak ditunjukkan-Nya.
Sudahkah kita memiliki kehidupan yang berpadanan dengan panggilan Tuhan?
Subscribe to: Posts (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar